Jumat, 13 Juni 2014

Pengumuman Kelulusan SMPN 10 Tarakan Tahun 2014

Lampiran Surat Keputusan Kepala SMP Negeri 10 Tarakan
Nomor : 420/108/SMPN 10-DISDIK
Taanggal 14 Juni 2014
DAFTAR PESERTA DIDIK YANG DINYATAKAN LULUS UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2013/2014


Nomor Peserta    Nama
02-010-001-8    Akbar
02-010-002-7    Ansar
02-010-003-6    Asrianti
02-010-004-5    Edo Wiman Pradana
02-010-005-4    Erna
02-010-006-3    Firman
02-010-007-2    Irvan Jaya
02-010-008-9    Jusran
02-010-009-8    Lina
02-010-010-7    Lisa Noviana
02-010-011-6    Marusi
02-010-012-5    Mei Mei
02-010-013-4    Muhammad Kamri
02-010-014-3    Muhammad Rais
02-010-015-2    Niki Andriyani
02-010-016-9    Nirmala Sari
02-010-017-8    Nurdina
02-010-018-7    Qori Madhan Akbar
02-010-019-6    Ramlah
02-010-020-5    Risal
02-010-021-4    Risky
02-010-022-3    Roni M Nur
02-010-023-2    Sarman
02-010-024-9    Suryani
02-010-025-8    Tini
02-010-026-7    Abdul Qadir Zaelani
02-010-027-6    Ahmad Iryandi Wahyudi
02-010-028-5    Al-Amin Anifa M
02-010-029-4    Ansar
02-010-030-3    Burhan
02-010-031-2    Firdaus
02-010-032-9    Fitriani
02-010-033-8    Haliya
02-010-034-7    Hamidah
02-010-035-6    Ika Fitri
02-010-036-5    Ilpawati
02-010-037-4    Jumriana
02-010-038-3    Kasman
02-010-039-2    Lindah Wati
02-010-040-9    Marlena
02-010-041-8    Muhammad Hakim
02-010-042-7    Muliyadi
02-010-043-6    Rasdiana
02-010-044-5    Ricco Putra Pratama
02-010-045-4    Riskawati
02-010-046-3    Riski Amelia
02-010-047-2    Sonia
02-010-048-9    Suardi
02-010-049-8    Suleman
02-010-050-7    Syahril
02-010-051-6    Syahrul
02-010-052-5    Alimah
02-010-053-4    Andi M Andar Soba
02-010-054-3    Andika Pratama Putra T
02-010-055-2    Arsat
02-010-056-9    Asriadi
02-010-057-8    Diana Sulaiman Riwu
02-010-058-7    Dody Setiawan
02-010-059-6    Endang
02-010-060-5    Fhebriyadi Na im
02-010-061-4    Hartati
02-010-062-3    Hendra
02-010-063-2    Indriyani
02-010-064-9    Kamaria
02-010-065-8    Masyita
02-010-066-7    Mulyani
02-010-067-6    Nadira
02-010-068-5    Nurul Hidayah
02-010-069-4    Rizal
02-010-070-3    Rizka Octiani Nurkhaima
02-010-071-2    Rudianto
02-010-072-9    Saking
02-010-073-8    Sudirman
02-010-074-7    Syahril
02-010-075-6    Wahyu Afriyanto
02-010-076-5    Yuliana
02-010-077-4    Yunia Rizki
02-010-078-3    Zainal
02-010-079-2    Aditya Yoga Ramadhan
02-010-080-9    Ady Aryanda
02-010-081-8    Angela Natasia Andreas Padang
02-010-082-7    Arsim Patandianan
02-010-083-6    Azman
02-010-084-5    Basri
02-010-085-4    Binsar Prayoga Pasaribu
02-010-086-3    Chena Julya Audina
02-010-087-2    Erianto Elieser
02-010-088-9    Hendrik Rante Lino
02-010-089-8    Jodi Setiawan
02-010-090-7    Kahar Jismanto
02-010-091-6    Lince
02-010-092-5    Lisdayanti
02-010-093-4    Mauliana
02-010-094-3    Melda
02-010-095-2    Meli Samin
02-010-096-9    Nober
02-010-097-8    Nur Afiyah
02-010-098-7    Nurfadilla
02-010-099-6    Reski
02-010-100-5    Rezky Dalling Topadang
02-010-101-4    Rijal
02-010-102-3    Rosalinda
02-010-103-2    Sugeng Purnomo
02-010-104-9    Sukarman
02-010-105-8    Yunqui Oktavianus
02-010-106-7    Yustiandri
02-010-107-6    Asdar
02-010-108-5    Askar Saputra
02-010-109-4    Aslansyah
02-010-110-3    Iwan M  Taher
02-010-111-2    Muhammad Syaifullah
02-010-112-9    Murni
02-010-113-8    Riska Andriani
02-010-114-7    Saimah
02-010-115-6    Silvia ningsih
02-010-116-5    Siti Ruhana
02-010-117-4    Sukmawati
02-010-118-3    Widia Novianti

Tarakan, 14 Juni 2014
Kepala SMP Negeri 10 Tarakan.
Lamberi, S.Pd
NIP 19610405 198403 1 015
INFORMASI : Hasbullah 08115410820
PIN 7DA90A4C

Selengkapnya...

Rabu, 05 Agustus 2009

STARTEGI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IPA TERPADU

A.PERENCANAAN

Secara konseptual yang dimaksud terpadu pada pengembangan pembelajaran IPA dapat berupa contoh, aplikasi, pemahaman, analisis, dan evaluasi dalam mata pelajaran IPA.

Konsep-konsep yang dapat dipadukan pada semester yang berlainan pembelajarannya dapat dilaksanakan pada semester yang sama (tertentu) dengan tidak meninggalkan standar kompetensi dan kompetensi dasar pada semester lainnya.

Keberhasilan pembelajaran terpadu akan lebih optimal jika perencanaan mempertimbangkan kondisi dan potensi peserta didik (minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan). Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik sudah tercantum dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPA.


Ada berbagai model dalam mengembangkan pembelajaran IPA Terpadu yang dapat dilihat pada alur penyusunan perencanaan pembelajaran terpadu berikut ini:

alur-penyusunan.jpg









Langkah (1):

Menetapkan bidang kajian yang akan dipadukan. Pada saat menetapkan beberapa bidang kajian yang akan dipadukan sebaiknya sudah disertai dengan alasan atau rasional yang berkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar oleh peserta didik dan kebermaknaan belajar. Contoh lihat lampiran.

Langkah (2):

Langkah berikutnya dalam pengembangan model pembelajaran terpadu adalah mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar dari bidang kajian yang akan dipadukan dan melakukan pemetaan pada semua Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar bidang kajian IPA per kelas yang dapat dipadukan. Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh. Contoh lihat lempiran.

Beberapa ketentuan dalam pemetaan Kompetensi Dasar dalam pengembangan model pembelajaran IPA terpadu adalah sebagai berikut.

a. Mengidentifikasikan beberapa Kompetensi Dasar dalam berbagai Standar Kompetensi yang memiliki potensi untuk dipadukan.

b. Beberapa Kompetensi Dasar yang tidak berpotensi dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan dalam pembelajaran. Kompetensi Dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan/disajikan secara tersendiri.

c. Kompetensi Dasar dipetakan tidak harus berasal dari semua Standar Kompetensi yang ada pada mata pelajaran IPA pada kelas yang sama, melainkan memungkinkan hanya dua atau tiga Kompetensi Dasar saja.

d. Kompetensi Dasar yang sudah dipetakan dalam satu topik/tema masih bisa dipetakan dengan topik/tema lainnya.

Langkah (3):

Setelah pemetaan Kompetensi Dasar selesai, langkah selanjutnya dilakukan penentuan tema pemersatu antar-Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Tema yang dipilih harus relevan dengan Kompetensi Dasar yang telah dipetakan dan dapat dirumuskan dengan melihat isu-isu yang terkini, misalnya penyakit demam berdarah, HIV/AIDS, dan lainnya, kemudian baru dilihat koneksitasnya dengan kompetensi dasar dari berbagai bidang kajian IPA. Dengan demikian, dalam satu mata pelajaran IPA pada satu tingkatan kelas terdapat beberapa topik yang akan dibahas.Contoh lihat lampiran

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan topik/tema pada pembelajaran IPA Terpadu antara lain meliputi hal-hal berikut.

a. Tema, dalam pembelajaran IPA Terpadu, merupakan perekat antar-Kompetensi Dasar yang terdapat dalam bidang kajian IPA.

b. Tema yang ditentukan selain relevan dengan Kompetensi-kompetensi Dasar yang terdapat dalam satu tingkatan kelas, juga sebaiknya relevan dengan pengalaman pribadi peserta didik, dalam arti sesuai dengan keadaan lingkungan setempat.

c. Dalam menentukan topik, isu sentral yang sedang berkembang saat ini, dapat menjadi prioritas yang dipilih dengan tidak mengabaikan keterkaitan antar-Kompetensi Dasar pada bidang kajian yang telah dipetakan.

Langkah (4):

Membuat matriks keterhubungan kompetensi dasar dan tema/topik pemersatu. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kaitan antara tema/topik dengan kompetensi dasar yang dapat dipadukan. Contoh lihat lampiran.

Langkah (5):

Setelah membuat matriks keterhubungan kompetensi dasar dan tema pemersatu, maka Kompetensi-kompetensi Dasar tersebut dijabarkan ke dalam indikator pencapaian hasil belajar yang nantinya digunakan untuk penyusunan silabus. Contoh lihat lampiran.

Langkah (6):

Menyusun silabus pembelajaran IPA terpadu, dikembangkan dari berbagai indikator bidang kajian IPA menjadi beberapa kegiatan pembelajaran yang konsep keterpaduan atau keterkaitan menyatu antara beberapa bidang kajian IPA. Komponen penyusunan silabus terdiri dari Standar Kompetensi IPA, Kompetensi Dasar, Indikator, Kegiatan Pembelajaran, Alokasi Waktu, Penilaian, dan Sumber Belajar. Contoh lihat lampiran.

Langkah (7):

Setelah teridentifikasi peta Kompetensi Dasar dan tema yang terpadu, selanjutnya adalah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Pada pembelajaran IPA Terpadu, sesuai dengan Standar Isi, keterpaduan terletak pada strategi pembelajaran. Hal ini disebabkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar telah ditentukan dalam Standar Isi.

Rencana pelaksanaan pembelajaran tersebut merupakan realisasi dari pengalaman belajar peserta didik yang telah ditentukan pada silabus pembelajaran terpadu. Komponennya terdiri atas: identitas mata pelajaran, Kompetensi Dasar yang hendak dicapai, materi pokok beserta uraiannya, langkah pembelajaran, alat media yang digunakan, penilaian dan tindak lanjut, serta sumber bahan yang digunakan.


Selengkapnya...

Minggu, 07 Juni 2009

Trend Penilaian Pembelajaran IPA Masa Depan

oleh : Prof. Dr. Nuryani Y. Rustaman
Agar penilaian terhadap pembelajaran IPA di kelas dapat dilaksanakan dengan baik, setiap pihak yang peduli terhadap kualitas sekolah dan siswa di negeri ini harus berjuang bersama-sama untuk mengembangkan kemampuan menilai (assessment literacy). Kemampuan menilai adalah kuncinya.
Orang yang mampu melakukan penilaian (assessment literates) adalah mereka yang memahami prinsip dasar penilaian. Pemahaman akan makna penilaian yang baik saja tidaklah cukup. Kita juga harus memahami bagaimana penilaian menghubungkan kualitas pembelajaran dengan upaya untuk mempertahankan alternatif penilaian yang seimbang. Kita harus patuh dan berupaya memenuhi standard yang ditetapkan, dan saling membantu jika penilaian yang dilakukan gagal memenuhi standard ini.
Dalam sistem pendidikan di masa yang akan datang, pengujian terstandar (standardized testing) dan penilaian kelas (classroom assessment) akan tetap ada. Kita harus dapat menghargai perbedaan antara kedua jenis penilaian tersebut dan mampu menjamin kualitas kedua penilaian yang dilakukan.
Pada masa yang akan datang, kedua penilaian ini akan terus digunakan, baik sebagai penyedia informasi untuk pembuatan keputusan maupun sebagai media pengajaran. Kita harus memahami perbedaan antara kedua penggunaannya agar dapat memanfaatkan kekuatan kedua jenis penilaian ini semaksimal mungkin untuk meningkatkan pembelajaran.
Pada masa yang akan datang, penilaian tertulis dan kinerja akan tetap ada. Masing-masing memiliki aturan yang berbeda untuk memperoleh hasil yang baik. Orang yang mampu melakukan penilaian dengan baik memahami makna kualitas penilaian secara menyeluruh dan memahami bahwa kita tidak pernah dibenarkan untuk melakukan penilaian yang tidak baik. Kemampuan melakukan penilaian adalah tujuan utama dalam penilaian kelas.

B. PENILAIAN
1. Penilaian vs Evaluasi
Istilah penilaian biasanya berhubungan dengan pencapaian siswa atas standar yang ditentukan oleh kurikulum, sedangkan istilah evaluasi dapat diterapkan untuk menyatakan penilaian pada bidang lain.
Proses penilaian merupakan perangkat afektif untuk menyampaikan apa yang diharapkan oleh sistem pendidikan IPA kepada semua pihak yang peduli terhadap pendidikan IPA. Kebijakan dan pelaksanaan penilaian menyediakan definisi operasional mengenai hal-hal yang dianggap penting. Contohnya, penggunaan extended inquiry menyatakan apa saja yang harus dipelajari siswa, apa saja yang harus diajarkan oleh guru, dan di mana saja sumber belajar harus dialokasikan.

2. Prinsip-prinsip Penilaian Kelas
Prinsip 1: Pemikiran yang jelas dan komunikasi efektif
Meskipun tingkat pencapaian sering kali diterjemahkan menjadi skor, ada dua fakta penting yang perlu dipahami. Pertama, angka bukanlah satu-satunya cara untuk menyatakan pencapaian. Kita dapat memanfaatkan kata-kata, gambar, ilustrasi, contoh, dan berbagai cara lainnya. Kedua, simbol untuk menyatakan pencapaian siswa sama bermaknanya dan sama bergunanya dengan definisi pencapaian dan kualitas penilaian yang digunakan untuk menghasilkannya.

Prinsip 2: Guru yang memegang peranan
Guru berperan mengarahkan penilaian untuk menentukan apa yang harus dipelajari oleh siswa dan apa yang siswa rasakan berkaitan dengan penilaian yang dilakukan. Dalam berbagai konteks pendidikan, hasil penilaian tingkat kotamadya/kabupaten, provinsi, nasional seolah-olah dianggap sebagai satu-satunya hasil penilaian yang menentukan. Penilaian ini bahkan tidak dapat disamakan dengan dengan penilaian kelas yang dilakukan oleh guru, berkaitan dengan dampaknya terhadap keadaan siswa. Gurulah yang menentukan bagaimana bentuk interaksi yang dilakukan dengan siswanya, rata-rata sebanyak satu kali setiap dua atau tiga menit (mengajukan pertanyaan dan menginterpretasikan jawaban, mengamati kinerja siswa, memeriksa pekerjaan rumah, menggunakan tes dan kuis). Umumnya, penilaian dalam kelas berlangsung secara terus menerus.
Dengan demikian, jelas bahwa penilaian kelas adalah penilaian yang paling mudah dilakukan oleh guru. Tidak perlu diragukan lagi, guru adalah pengendali sistem penilaian yang menentukan keefektifan sekolah.

Prinsip 3: Siswa sebagai pengguna yang harus diperhatikan
Siswa adalah pihak yang paling memanfaatkan hasil penilaian. Melalui penilaian kelas, mereka dapat mempelajari kinerjanya serta mempelajari standar kualitas kinerjanya dari guru. Tidak seorang pun, selain siswa, yang dapat memanfaatkan menggunakan hasil penilaian kelas yang dilakukan oleh guru untuk menetapkan apa yang dapat mereka harapkan dari diri mereka sendiri. Siswa dapat memperkirakan peluang keberhasilannya berdasarkan kinerja yang ditunjukkan oleh hasil penilaian sebelumnya. Tidak ada satu keputusan lain yang dapat memberikan pengaruh lebih besar pada keberhasilan siswa.

Prinsip 4: Sasaran yang jelas dan sesuai
Kita tidak dapat menilai hasil pendidikan secara efektif jika kita tidak mengetahui dan memahami apa sebenarnya nilai keluaran tersebut. Ada berbagai jenis keluaran dari sistem pendidikan kita, mulai dari penguasaan materi sampai kemampuan menyelesaikan masalah yang kompleks.

Prinsip 5: Penilaian yang baik
Penilaian yang baik merupakan suatu keharusan dalam setiap konteks penilaian. Lima standard yang harus dipenuhi untuk mencapai penilaian yang baik meliputi: sasaran pencapaian yang jelas, maksud/tujuan yang jelas, metode yang sesuai, kinerja contoh yang layak, pembatasan, dan adanya upaya untuk mencegah kesalahan pengukuran.

Prinsip 6: Perhatian terhadap dampak antarpersonal
Kita harus selalu berusaha melaksanakan penilaian yang baik, mengkomunikasikan hasilnya secara hati-hati dan pribadi, dan mengantisipasi hasilnya sehingga dapat mempersiapkan diri untuk memberikan dukungan terhadap siswa yang pencapaiannya rendah. Semakin muda siswa, semakin penting adanya bimbingan bagi mereka.

Prinsip 7: Penilaian sebagai pembelajaran
Penilaian dan pengajaran dapat menjadi suatu kesatuan. Potensi terbesar yang tersimpan dalam penilaian kelas adalah kemampuannya untuk menjadikan siswa sebagai mitra penuh dalam proses penilaian. Siswa yang mampu mendalami sasaran pencapaian secara menyeluruh mampu secara percaya diri melakukan evaluasi, baik terhadap hasil kerjanya sendiri maupun hasil kerja temannya.
Tantangan yang kita hadapi dalam penilaian kelas adalah memastikan bahwa siswa memiliki seluruh informasi yang diperlukannya, dalam bentuk yang mudah dipahami, pada waktu yang tepat sehingga dapat digunakan secara efektif.

3. Perubahan peranan dan pelaksanaan penilaian
Peranan
Dulu
Sekarang
Guru
Mengajar
Mendefinisikan hasil pembelajaran, mengajar, melaksanakan penilaian utama
Siswa
Dinilai
Menilai diri sendiri dan teman
Kepala Sekolah
Menginterpretasi hasil ujian terstandard
Menginterpretasi hasil ujian dan menyediakan dukungan terhadap penilaian kelas
Pelaksanaan
Dulu
Sekarang
Tujuan
Akuntabilitas
Akuntabilitas, pembelajaran
Penggunaan
Penyaringan hasil pengujian dari atas ke bawah
Penyaringan hasil pengujian dari atas ke bawah dan dari kelas ke atas
Sasaran
Bersifat umum
Tidak terbuka
Sangat terarah
Bersifat terbuka
Metode
Terutama berupa respon terpilih
Terutama berupa penilaian kinerja dan essay dengan beberapa respon terpilih

C. Perubahan Fokus Penilaian Pendidikan IPA
Berdasarkan National Science Education Standard in the United States (National Research Council, 1996: 100) perubahan fokus yang terjadi pada standard penilaian adalah sebagai berikut.
Hal yang dikurangi
Hal yang diutamakan
Menilai yang mudah diukur
Menilai yang paling berharga
Menilai pengetahuan yang memiliki ciri yang jelas
Menilai pengetahuan yang kaya dan berstruktur baik
Menilai pengetahuan yang bersifat ilmiah
Menilai pemahaman dan pemikiran ilmiah
Menilai untuk mempelajari apa yang tidak dipahami siswa
Menilai untuk mempelajari apa yang dipahami siswa
Hanya melakukan penilaian atas pencapaian
Menilai pencapaian dan peluang untuk belajar
Penilaian akhir dilakukan oleh guru
Siswa terlibat dalam penilaian yang sedang berlangsung atas hasil kerjanya dan hasil kerja temannya
Pengembangan penilaian eksternal hanya oleh ahli
Guru terlibat dalam pengembangan penilaian eksternal

D. PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN IPA
1. Penilaian terhadap Hasil Pembelajaran
• Sasaran yang terarah terutama terhadap: pemikiran, pemahaman atas materi IPA dan penerapannya;
• kebiasaan berpikir yang produktif (berpikir kritis, berpikir kreatif, mengatur diri sendiri);
• kemampuan berpikir tinggi (higher order thinking skills, HOTS);
• karakter IPA
Berikut ini adalah pengelompokan utama sasaran pencapaian menurut Stiggins (1994: 67):
• Penguasaan siswa atas pengetahuan materi subjek inti;
• Kemampuan siswa untuk menggunakan pengetahuannya untuk berpikir dan menyelesaikan masalah;
• Kemampuan untuk menunjukkann keterampilan yang terkait dengan pencapaian tertentu, misalnya melakukan tindakan psikomotor;
• Kemampuan untuk membuat produk yang terkait dengan jenis pencapaian tertentu, misalnya produk IPA (taksidermi, kerangka, herbarium);
• Pencapaian perasaan atau keadaan afektif tertentu, seperti sikap, minat, dan motivasi.

2. Penilaian yang Terarah pada Proses Pembelajaran IPA
• Penilaian kinerja dan/atau penilaian otentik;
• Proses IPA diturunkan dari data;
• Kooperatif dan kolaboratif;
• Hands-on dan minds-on;
• Keterampilan praktik dan komunikasi;
• Sikap ilmiah dan nilai yang terkandung dalam IPA.

3. Metode Penilaian Kelas
a. Respon terpilih
Istilah yang lebih sering digunakan untuk respon terpilih adalah “objective paper and pencil test” atau uji tertulis. Istilah ini dapat menimbulkan kesalahpahaman bahwa penilaian yang dilakukan tidak melibatkan subjektivitas, bahwa segala sesuatu yang terkait dengannya bersifat “ilmiah“, dan bahwa ada resiko terjadinya kebiasan yang disebabkan oleh pendapat penilai.
Respon terpilih dapat digunakan untuk menilai aspek pengetahuan, pemikiran, dan . afektif. Jenis respon terpilih dapat berupa: pilihan berganda, benar/salah, menjodohkan, dan isian singkat.
Tiga langkah dasar yang harus dilakukan oleh pengembang soal ujian: (i) membuat rancangan atau cetakbiru pengujian yang menyajikan kerangka pencapaian; (ii) mengidentifikasi unsur spesifik pengetahuan dan pemikiran yang akan dinilai; (iii) mengubah unsur-unsur tersebut menjadi soal ujian.

b. Penilaian Essay
Penilaian essay merupakan metodologi yang paling sesuai pada keadaan tertentu. Essay membuat kita dapat menangkap setidaknya sebagian unsur yang paling berharga. Lebih jauh lagi, sejak siswa dilibatkan sebagai mitra pada proses penilaian, metode penilaian seperti essay ini lebih mudah dilaksanakan. Metode essay dapat digunakan untuk menilai pengetahuan, pemikiran, prosedur, dan afektif.
Menurut Stiggins (1994: 134) metodologi penilaian essay memiliki tiga kekuatan utama:
• Essay dapat memudahkan kita mempelajari pencapaian siswa atas sasaran pencapaian yang kompleks dan sulit.
• Format essay memudahkan kita melakukan penilaiaan hasil belajar dengan waktu dan tenaga yang minimal.
• Penilaian essay dapat dipadukan dengan proses pembelajaran secara produktif.
Penilaian essay juga memiliki resiko. Kecerobohan dapat menyebabkan hal-hal berikut.
• Kurangnya gambaran atas jenis hasil belajar yang akan dipelajari dan dinilai;
• Kegagalan untuk menghubungkan format essay dengan sasaran pencapaian yang sesuai;
• Kegagalan untuk menentukan sampel yang mewakili domain sasaran;
• Kegagalan untuk mengendalikan sumber kebiasaan yang dapat mengganggu penilaian yang subjektif.

c. Penilaian Kinerja atau Penilaian Otentik
Dalam penilaian kinerja, siswa diminta melakukan aktivitas yang menunjukkan keterampilan tertentu dan/atau membuat produk tertentu. Hasilnya, metode penilaian ini membuat kita dapat menangkap banyak hasil pendidikan yang bersifat kompleks dan tidak dapat diterjemahkan dalam ujian tertulis.
Dalam penilaian kinerja, kita mengamati siswa saat mereka bekerja, atau memeriksa produk yang dibuat, dan menilai kecakapan yang ditunjukkan. Pengamatan digunakan untuk memberikan pendapat subjektif atas tingkat pencapaian siswa. Evaluasi tersebut dilakukan berdasarkan perbandingan kinerja siswa terhadap standar yang telah ditentukan.
Metode penilaian kinerja muncul sebagai penemuan baru dengan sejumlah kelebihan dibandingkan tes tertulis. Dalam banyak hal, penemuan baru ini menarik perhatian pendidik di setiap tingkatan pendidikan. Aplikasi metode ini antara lain menggunakan nama penilaian otentik (authentic assessments), penilaian alternatif (alternative assessments), pameran, demonstrasi, dan contoh kerja siswa (student work samples). Jenis penilaian ini dipandang sebagai metode yang dapat memberikan penilaian otentik atau penilaian yang sangat tepat atas pencapaian siswa (Wiggins, 1989 in Stiggins, 1994: 161).

4. Penilaian Kelompok, Pribadi, dan Antar Teman
Penilaian kelompok, pribadi, dan antar teman dapat digunakan terutama untuk penilaian formatif, tapi pada keadaan tertentu dapat pula digunakan sebagai penilaian sumatif, meski tidak efektif.

Penilaian Kelompok
Kelebihan utama dari penilaian kelompok adalah bahwa beban penilaian menjadi jauh berkurang. Ada pula keuntungan dari sisi pendidikan, termasuk di dalamnya pengembangan sejumlah keterampilan penting seperti keterampilan memimpin dan bekerja dalam kelompok, keterampilan berkomunikasi, dan kemampuan berorganisasi. Selain itu, hasil yang dicapai dengan bekerja secara berkelompok akan lebih baik, bahkan masalah yang lebih rumit pun dapat diselesaikan.
Masalah utama yang dihadapi adalah memastikan bahwa strategi penilaian yang adil telah diterapkan: “satu masalah yang terpenting adalah sulitnya menetapkan tingkat kontribusi masing-masing anggota kelompok …” (Race, Brown, Smith, 2005:156)
Tidak ada cara yang paling ideal untuk menyelesaikan masalah ini, tapi ada berbagai strategi yang dapat dicoba. Salah satunya, setiap anggota kelompok diberi nilai yang sama. Strategi lainnya, setiap anggota kelompok diberi nilai yang berbeda-beda sesuai kinerja masing-masing. Hal ini dapat dilakukan melalui penilaian antar teman (peer assessment).

Penilaian Pribadi dan Antar teman\
Penilaian pribadi dan antar teman merupakan bentuk penilaian inovatif yang mendukung pembelajaran siswa. Penilaian pribadi adalah proses di mana siswa dilibatkan dan bertanggung jawab untuk menilai hasil kerjanya sendiri. Hal ini mendorong siswa untuk mandiri dan meningkatkan motivasinya. Penilaian antar teman adalah proses di mana siswa dilibatkan dalam penilaian kerja siswa lain. Siswa harus memiliki pemahaman yang jelas mengenai apa yang harus mereka cari dalam hasil kerja temannya.
Penilaian pribadi dapat digunakan untuk membantu mengembangkan kemampuan siswa untuk memeriksa dan berpikir kritis mengenai proses pembelajaran yang mereka jalani, Penilaian pribadi dapat membantu siswa menentukan kriteria apa yang harus digunakan untuk menilai hasil kerja dan menerapkan hal ini secara objektif terhadap hasil kerja untuk memfasilitasi proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Penilaian pribadi dapat disertakan sebagai bagian penilaian mata pelajaran atau sebagai sebuah latihan yang dipersyaratkan dalam mata pelajaran tersebut.
Penilaian antar teman dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan siswa untuk bekerjasama, bersikap kritis terhadap hasil kerja siswa lain, dan menerima kritik dan umpan balik dari siswa lain atas hasil kerjanya sendiri. Penilaian antar teman dapat memberikan gambaran kepada siswa mengenai kriteria apa saja yang digunakan untuk menilai. Penilaian antar teman juga dapat digunakan untuk menentukan nilai hasil kerja siswa untuk keperluan sumatif.

Keuntungan penilaian pribadi dan penilaian antar teman
Pertama, siswa dapat memahami kriteria kerja yang baik. Siswa yang mengenal model kerja yang memenuhi standar dan memahami alasan mengapa model tersebut dapat memenuhi standar akan membuat perbandingan antara kinerja mereka dengan contoh yang diberikan. Karena tugas yang deberikan semakin rumit dan bersifat terbuka, lebih dari satu model perlu disediakan untuk memastikan bahwa siswa memahami penggunaan strategi yang berbeda untuk memenuhi standar.

Kedua, siswa memahami proses yang dijalani untuk mencapai standar. Rubrik harus dapat menunjukkan di mana posisi siswa sebelum pembelajaran, posisi mereka sekarang, dan posisi yang harus mereka capai pada akhir pembelajaran. Penjelasan mengenai tingkat kemajuan kinerja siswa merupakan panduan yang penting agar mereka mencapai tujuan pembelajaran.

Ketiga, guru melibatkan siswa dalam proses pemantauan dan membagi sebagian tanggung jawab untuk mendokumentasikan dan menilai pembelajaran kepada siswa. Penelitian telah menunjukkan bahwa pebelajar yang baik melakukan: (i) pemantauan terhadap diri sendiri; (ii) perbaikan terhadap diri sendiri; (iii) menggunakan umpanbalik dari rekannya untuk memandu proses pembelajaran yang mereka lakukan. Rubrik siswa, dibuat untuk mengidentifikasi inti pembelajaran yang diharapkan, dapat dijadikan media yang baik untuk melakukan refleksi dan berkomunikasi antar siswa.

http:www.exemplars.com/resources/formative/assessment.html)

Penilaian pribadi dan antar teman sangat sesuai untuk keperluan sumatif, yaitu untuk memberikan umpanbalik. Ada banyak bukti yang menyatakan bahwa siswa belajar melalui pemberian umpanbalik terhadap siswa lain, atau sebaliknya.

Penilaian antar teman dapat pula digunakan secara sumatif sebagai bagian dari penilaian. Guru dapat melakukan penilaian secara paralel dan menyertakan hasil penilaian antar teman (nilai dari sesama siswa ini dapat diberi bobot setidaknya 10%, tapi tidak lebih dari 25%, sesuai dengan peraturan QUB). Prosesnya harus dimoderasikan secara hati-hati dan sebaiknya ada proses tawar menawar, di mana guru bertindak sebagai penentu akhir. Jika penilaian antar teman ini dilakukan secara anonim, reliabilitasnya mungkin dapat ditingkatkan.

Penilaian pribadi biasanya dilakukan untuk keperluan formatif, bukan sumatif. Meski demikian, siswa dapat diminta untuk memberikan hasil penilaian pribadi atas hasil kerjanya, lengkap dengan hasil kerja tersebut, sehingga guru dapat memberikan penilaian ulang. Pendekatan ini mendorong siswa melakukan refleksi dan kritik terhadap diri sendiri. Hal-hal berikut dapat digunakan untuk penilaian pribadi: (i) presentasi; (ii) poster; (iii) proses kelompok (dalam menyelesaikan tugas tertentu).

Dalam penilaian pribadi, siswa diminta untuk menilai kinerja siswa lain. Hal ini umumnya sesuai untuk menilai hasil kerja kelompok dan terutama amat berharga jika kedua proses ini dinilai. (Referensi – Group, peer and self-assessment http:www.ukcle.ac.uk/resources/assessment/ group.html)

“Siswa dapat melakukan serangkaian tugas penilaian, yang selain dapat membantu guru dari sisi penghematan waktu, juga membawa manfaat dari sisi pendidikan, khususnya untuk mengembangkan keterampilan siswa untuk melakukan penilaian” (Rust, 2001:10)



Penilaian antar teman



Salah satu cara agar siswa dapat memahami karakteristik hasil kerja yang baik adalah melalui pengamatan terhadap hasil kerja temannya. Meski demikian, untuk dapat memberikan umpanbalik yang berguna, siswa harus memiliki pemahaman yang jelas atas apa yang ingin mereka cari dari tugas temannya. Guru harus menjelaskan apa saja komponen yang diharapkan sebelum siswa melakukan penilaian.



Salah satu cara untuk memastikan siswa memahami jenis evaluasi ini adalah dengan memberikan latihan terlebih dahulu. Guru menyediakan contoh penugasan, baik tugas yang harus dikerjakan secara tertulis maupun lisan. Secara berkelompok, siswa menentukan apa saja yang harus dinilai dan bagaimana kriteria penilaiannya. Selanjutnya guru memberi siswa contoh tugas yang sudah dikerjakan. Siswa menilainya berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, dan menentukan bagaimana menyampaikan umpanbalik dengan jelas.



Siswa dapat juga mengambil keuntungan dari penggunaan rubrik atau checklists untuk memandu mereka melakukan penilaian. Pada tahap awal, rubrik dapat disediakan oleh guru; setelah siswa cukup memiliki pengalaman, mereka dapat mengembangkannya sendiri. Contohnya, checklist yang dibuat dapat berupa panduan untuk memandu penilai memberi komentar pada isi dan susunan essay. Hal ini membantu penilai untuk memusatkan perhatian pada kedua hal ini dengan mengajukan pertanyan mengenai hal-hal tertentu, seperti adanya contoh untuk mendukung ide yang didiskusikan.



Agar penilaian antar teman dapat dilakukan secara efektif, lingkungan pembelajaran di kelas harus mendukung. Siswa harus merasa nyaman dan saling mempercayai satu sama lain agar dapat memberikan umpanbalik yang jujur dan bersifat membangun. Guru yang menerapkan kerja kelompok penilaian antar teman dapat membantu siswa mengembangkan sikap saling percaya dengan sudah mulai membagi kelompok sejak awal semester. Hal ini membuat mereka bertambah nyaman satu sama lain dan mampu memberikan umpanbalik yang lebih baik.



Penilaian pribadi



Siswa dapat menjadi pebelajar yang baik jika mereka dapat memahami dengan baik apa yang mereka pelajari dan bagaimana cara mempelajarinya. Pada tahap refleksi ini, siswa berhenti sejenak dari proses pembelajaran untuk memikirkan strategi belajar mereka dan kemajuan mereka sebagai pebelajar. Penilaian pribadi ini mendorong siswa untuk mandiri selain meningkatkan motivasi.



Keberhasilan penggunaan penilaian bergantung pada tiga elemen kunci:
• Penentuan tujuan
• Latihan menggunakan instrumen penilaian dengan panduan guru
• Portofolio



Penetapan Tujuan



Penetapan tujuan sangat penting karena siswa dapat mengevaluasi kemajuannya dengan lebih jelas jika mereka memiliki sasaran yang dijadikan ukuran kinerjanya. Selain itu, motivasi siswa untuk belajar meningkat jika mereka memiliki tujuan pembelajaran yang mereka tentukan sendiri.



Pada awalnya, siswa cenderung untuk membuat tujuan jangka panjang yang terlalu muluk dan tidak mengarah ke penilaian pribadi. Untuk membantu siswa mengembangkan tujuan jangka pendek, realistis, dan mudah dicapai, guru dapat menggunakan kerangka kerja seperti SMART.



Salah satu cara untuk memulai proses mengenalkan siswa kepada penilaian pribadi adalah dengan membuat semacam kontrak antara siswa dan guru. Kontrak adalah kesepakatan tertulis antara siswa dan guru, yang biasanya memuat jumlah dan jenis tugas yang diperlukan untuk mendapatkan nilai tertentu. Contohnya, seorang siswa menyepakati bahwa ia harus berusaha mendapatkan nilai "B" dengan menyelesaikan sejumlah tugas dengan tingkat kualitas yang ditentukan oleh guru. Kontrak ini dapat digunakan sebagai cara yang baik untuk membantu siswa menetapkan tujuan bagi dirinya sendiri.



Latihan dengan Instrumen Penilaian di Bawah Panduan Guru

Siswa tidak belajar memantau atau menilai hasil pembelajarannya sendiri; mereka perlu mempelajari strategi untuk memantau dan menilai diri sendiri. Teknik mengajarkan strategi ini kepada siswa serupa dengan yang digunakan untuk strategi pembelajaran. Guru memodelkan teknik yang digunakan (misalnya dengan checklist atau rubrik); siswa mencoba mempraktikkannya sendiri; dan selanjutnya mendiskusikan apakah teknik tersebut dapat digunakan, apakah dapat digunakan dengan baik, dan apa saja yang harus diperbaiki.

Selain checklists dan rubrik untuk tugas tertentu, siswa juga dapat menggunakan instrumen penilaian yang lebih luas untuk melakukan refleksi atas topik yang telah dipelajarinya, keterampilan yang telah diperolehnya, kebiasaan belajarnya, dan kelemahan serta kelebihan mereka.

Siswa dapat saling berbagi cara mereka melakukan penilaian pribadi. Siswa dapat diminta untuk membandingkannya dengan kriteria lain seperti skor hasil ujian, hasil evaluasi guru, dan pendapat temannya. Latihan seperti ini membantu siswa memahami proses pembelajaran yang mereka lakukan. Hal ini juga memberi informasi kepada guru tentang pemikiran siswa atas kemajuan yang mereka capai, dan memberi umpanbalik kepada guru tentang isi dan proses pembelajaran untuk mata pelajaran tertentu.



Portofolio

Portofolio adalah kumpulan hasil kerja siswa yang disusun secara sistematik dengan tujuan tetentu untuk menunjukkan upaya, kemajuan, dan pencapaian siswa pada bidang tertentu. Siswa berpartisipasi dalam pemilihan isi portofolio, pengembangan panduan untuk pemilihannya, dan definisi kriteria penilaian. Penilaian portofolio merupakan proses yang dilakukan bersama oleh guru dan siswa.

Penilaian portofolio menekankan evaluasi terhadap kemajuan, proses, dan kinerja siswa seiring berjalannya waktu. Ada dua jenis portofolio:
• Portofolio proses Penilaian ini terkait dengan tujuan penilaian pada tingkat kelas. Umumnya, portofolio proses merefleksikan penilaian formatif, meskipun pemberian nilai dapat dilakukan pada akhir semester. Portofolio proses dapat meliputi penugasan dengan tipe sumatif.
• Portofolio produk lebih bersifat sumatif. Portofolio ini dimaksudkan sebagai evaluasi utama dan seringkali disertai oleh presentasi isinya secara lisan. Contohnya, portofolio produk dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengevaluasi kelulusan siswa dari program tertentu atau dalam proses melamar pekerjaan.



Dalam kedua jenis portofolio, penekanan berada pada berbagai tugas yang bersifat spontan selain yang terencana, menggunakan rubrik untuk menilai kinerja, dan menyajikan refleksi mengenai pembelajaran, termasuk menetapkan tujuan dan penilaian antar teman.



Karakteristik portofolio:
• Mewakili penekanan terhadap penggunaan bahasa dan pemahaman budaya
• Mewakili pendekatan kolaboratif terhadap penilaian
• Mewakili rentang kinerja siswa dalam membaca, menulis, berbicara, dan mendengar selain pemahaman budaya
• Menekankan pada apa yang dapat dilakukan siswa bukan yang tidak dapat mereka kerjakan
• Mewakili kemajuan siswa seiring berjalannya waktu
• Mengajak siswa menetapkan tujuan pembelajaran yang sedang berlangsung dan menilai kemajuannya ke arah tujuan tersebut
• Mengukur pencapaian setiap siswa dengan tetap membiarkan perbedaan yang ada pada setiap siswa
• Menangani perbaikan, usaha, dan pencapaian
• Dapat dilakukannya penilaian terhadap proses dan produk
• Menghubungkan pengajaran dan penilaian dengan pembelajaran





Prinsip dan Kriteria Penilaian Pribadi dan Penilaian Antar Teman

1. Prinsip

* Tujuan penggunaan penilaian tertulis harus jelas dipahami oleh guru dan siswa.\

Alasan utama penggunaan penilaian tertulis adalah peranannya dalam pengembangan keterampilan siswa, dalam meningkatkan pembelajaran dan dalam membantu siswa meningkatkan kinerjanya pada pekerjaan yang dinilai. Selain itu, penilaian tertulis digunakan sebagai penilaian sumatif.



* Tidak ada alasan mengapa penilaian pribadi dan penilaian antar teman tidak dapat memberi kontribusi pada penilaian sumatif.

Umumnya, penilaian di atas tidak diberi bobot yang tinggi sebelum dilakukan ujicoba dan pengujian terhadapnya. Meski demikian, dengan pengaturan yang baik, tidak ada alasan untuk membatasi bobot nilai yang diberikan. Prinsip-prinsip berikut ini penting untuk diperhatikan.



* Pengaturan

Pada situasi dimana nilai hasil penilaian antar teman atau penilaian pribadi diperhitungkan pada penentuan nilai akhir, guru harus mempertahankan haknya untuk mengatur nilai yang dialokasikan untuk siswa. Hal ini dapat diawali dengan melakukan negosiasi dengan siswa yang terkait.



* Terjadinya ketidakadilan atau ketidaksesuaian dalam pemberian nilai harus ditangani secara hati-hati.

Adanya kecurangan terhadap penilaian yang didasari pertemanan atau bersifat kolusif harus ditangani secara tegas namun tetap dengan hati-hati.



* Kualitas umpanbalik terhadap hasil kerja siswa harus dipertahankan.

Dengan penilaian pribadi dan penilaian antar teman, siswa biasanya dapat belajar lebih banyak dibandingkan jika hasil kerjanya dinilai oleh guru. Siswa belajar dari keterlibatannya dalam menilai dan seringkali secara lisan, selain umpanbalik yang diberikan secara tertulis. Meski demikian, guru harus memantau umpanbalik yang diberikan dan jika diperlukan mengelaborasikannya untuk memastikan bahwa siswa menerima perlakuan yang adil dan seimbang.



* Prosedur penilaian sebaiknya menggunakan kriteria yang jelas dan terbuka.

Hal ini berlaku untuk seluruh jenis penilaian. Khususnya jika melibatkan siswa, sebagai penilai yang belum berpengalaman. Kriteria penilaian dapat saja dikembangkan oleh guru, tapi akan lebih baik jika siswa dilibatkan dalam pengembangan kriteria tersebut.



* Perlu perencanaan secara hati-hati sebelum melibatkan siswa dalam penilaian

Banyak siswa memandang penilaian sebagai tugas bagi guru, tapi kemudian mereka menyadari keuntungannya terhadap pembelajaran dan pengembangan keterampilannya. Awalnya, upaya ini akan memakan waktu dan memerlukan dukungan guru. Oleh karena itu, penggunaan penilaian pribadi dan antar teman lebih disukai dan dipandang sebagai strategi untuk meningkatkan pembelajaran dan penilaian secara keseluruhan.



* Prosedur penilaian pribadi dan antar teman sebaiknya menjadi pokok perhatian pemantauan dan evaluasi dari sudut pandang guru dan siswa.

Perlu waktu agar prosedur ini dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, pada masa awal penerapannya, nilai yang digunakan tidak perlu terlalu banyak – atau bahkan hanya satu penilaian formatif yang digunakan. Umpanbalik siswa terhadap guru amatlah penting.



* Penggunaan penilaian pribadi dan antar teman sebaiknya dipahami sebagai pengembangan keterampilan.

Penilaian tersebut tidak hanya merupakan cara lain untuk melakukan penilaian melainkan juga untuk mengembangkan keterampilan melakukan penilaian terhadap diri sendiri, menganalisis, bersikap kritis, dan melakukan refleksi. Seluruhnya penting sebagai keterampilan yang harus dimiliki untuk memperolah pekerjaan dan dapat dikenali sebagai hasil belajar.



2. Kriteria Penilaian

* Contoh kriteria penilaian untuk presentasi secara lisan

Berikut ini adalah contoh kriteria penilaian untuk presentasi lisan. Agar dapat lebih mudah dipahami oleh penilai, kriteria tersebut perlu dideskripsikan yang lebih lengkap agar dapat digunakan untuk memenuhi harapan yang ingin dicapai pada berbagai tingkatan.
• Apakah isi presentasi terkait dengan judul dan/atau tujuan presentasi?
• Apakah keluasan dan kedalaman isi presentasi telah mencukupi?
• Apakah isi pesan cukup jelas?
• Apakah argumen yang diberikan cukup konsisten?
• Apakah tersedia bukti yang cukup untuk mencukung argumen?
• Apakah ada tanda-tanda yang menunjukkan cara berpikir kritis yang sesuai?
• Apakah penarikan kesimpulan dilakukan dengan baik?
• Apakah fokus permasalahannya cukup tajam?
• Apakah penyaji menyampaikan sudut pandangnya sendiri?
• Apakah seisi kelas terlibat – apakah perhatiannya terjaga?
• Apakah respon terhadap pertanyaan dan komentar cukup baik?
• Organisasi dan pengelolaan (pengaturan waktu, pengelolaan pertanyan atau komentar, pengelolaan secara umum atas keseluruhan presentasi)
• Presentasi (suara dapat didengar dengan baik, artikulasi jelas, keberadaan, sikap tubuh, kontak mata, pengelolaan catatan atau alat bantu, kecepatan, kepercayaan diri)
• Penggunan alat bantu (kualitas, kesesuaian atau tujuan penggunaan, overhead transparencies, handouts, penggunaan papan atau flipchart, atau alat bantu lainnya)
• Struktur keseluruhan (koherensi, kesesuaian struktur, identitas awal, kesimpulan, kesimpulan tengah dan akhir, pemberian tanda struktur)
• Kreativitas (penggunaan imajinasi dalam isi atau presentasi, keaslian)



Selain kriteria, identifikasi kekuatan, kelemahan, dan peluang perbaikan juga diperlukan.

* Contoh kriteria penilaian fungsi kelompok

Kriteria sesungguhnya yang digunakan untuk kerja kelompok akan bergantung pada tujuan penilaian. Terkadang, alasan penggunaan penilaian ini adalah untuk memeriksa bahwa seluruh anggota kelompok memberikan kontribusi dalam proyek yang dikerjakan. Terkadang fokusnya adalah kemampuan masing-masing anggota tim untuk bekerja dalam tim menggunakan kemampuan masing-masing.

Siswa yang bekerja di dalam kelompoknya dan bersama kelompoknya (a), dapat menunjukkan kualitas kepemimpinan (b), mampu memberikan arahan untuk kegiatan kelompok (c), terlibat dalam pelaksanaan proyek (d), dapat berperan sebagai pendukung anggota kelompok lainnya dalam pelaksanaan kegiatan kelompok (e), dapat memberikan saran penyelesaian masalah (f), terlibat dalam penyajian hasil kerja kelompok (g), menunjukkan minat dalam menjaga fungsi kelompok dan proyek yang dilakukan (h).



LITERATURE

Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R. (eds.). (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman.

Group, peer and self-assessment http:www.ukcle.ac.uk/resources/assessment/group.html

Haladyna, T.M. (1997). Writing Test Items to Evaluate Higher Order Thinking. USA: Allyn Bacon

Herman, J.L., Aschbacher, P.R., & Winters, L. (1992). A Practical Guide to Alternative Assessment. Alexandria: ASCD.

Klenowski, V. (2002). Developing Portfolios for Learning and Assessment. London: Routledge Falmer.

Marzano, R.J., et al. (1994). Assessing Student Outcomes: Performance Assessment Using the Five Dimensions of Learning Model. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

Mueller, J. (2006). Authentic Assessment. North Central College. Tersedia:

UNREGISTERED EVALUATION VERSION

National Research Council. (1996). “Assessment in Science Education”. In National Science Education Standard. Washington D.C.: National Academy Press, pp. 75-101.

Marzano, R.J., Pickering, D., & Mctighe, J. (1994). Assessing Student Outcomes: Performance Assessment Using the Dimensions of Learning Model. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.

National Research Council. (1996). National Science Education Standard. Washington, DC: National Academy Press

Popham, W. J. (2005). Classroom Assessment: What Teachers Need to Know. Fourth edition. Boston: Allyn and Bacon.

Race, P, Brown, S. & Smith, B. (2005). (2nd ed) 500 Tips on Sssessment. London: Routledge Falmer

Rust, C. (2001). A Briefing on The Assessment of Large Groups. York: LTSN Generic Centre

Rustaman, N.Y. (2007). Basic Scientific Inquiry in Science Education and Its Assessment. Paper presented in First International Seminar on Science Education, Postgraduate Programme, Indonesia University of Education, held on 27th of October 2007 in Bandung.

Rustaman, N.Y. (2003). Kemampuan Dasar Bekerja Ilmiah dalam Sains. Makalah disusun untuk disajikan dalam Seminar Pendidikan Biologi, Bandung.

Rutherford, F.J. & Ahlgren, A. (1990). Science for all Americans: Scientific Literacy. New York: Oxford University Press.

Stiggins, R.J. (1994). Students Centered Classroom Assessment. New York: Merrill, an imprint of Macmillan College Publishing Company.

Wulan, A.R. (2007). Pembekalan Kemampuan Performance Assessment Kepada Calon Guru Biologi dalam Menilai Kemampuan Inquiry. Disertasi Doktor kependidikan, Program studi Pendidikan IPA. Sekolah pascasarjana Universitas pendidikan Indonesia.

Zainul, A. (2001). Mengajar di Perguruan Tinggi. ”Alternative Assessment”. Jakarta: Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Group, peer and self-assessment UNREGISTERED EVALUATION VERSION



Selengkapnya...

Kamis, 28 Mei 2009

Kontruksi Pembelajaran IPA yang Menarik

PEMBELAJARAN IPA selama ini telah menjadi momok dari siswa SD hingga sekolah lanjutan. Hal ini sangat wajar, karena banyak konsep atau topik yang abstrak sehingga sulit diajarkan dan dipelajari oleh siswa. Apalagi sarana penunjang seperti alat peraga sulit didapatkan akan memperumit persoalan tersebut. Dengan kenyataan yang ada, jangan heran bila banyak guru merasa kesulitan dalam menentukan metode yang tepat dalam mengajarkan konsep-konsep abstrak ini.

Prosedur belajar biasanya akan berlangsung mulai dari tingkatan konkrit menuju ke tingkatan abstrak. Ada 4 tingkatan dalam prosedur belajar yaitu pertama, belajar langsung melalui masyarakat, karya wisata, nara sumber pengabdian sosial. Prosedur tingkat pertama ini, paling banyak dilakukan di awal pemahaman, karena siswa menggunakan seluruh kemampuan indrawi untuk menggali segala informasi dari lingkungannya.
Kedua, belajar langsung melalui kegiatan ekspresi, seperti menari, menggambar atau bermain drama. Ketiga, belajar tak langsung. Tahapan ini siswa belajar dari konsep-konsep yang tersaji dalam peta, model, grafik ataupun melihat tayangan film. Dan keempat, belajar tak langsung melalui proses mendengar kata-kata, membaca buku atau diskusi informasi (metode ceramah). Tingkatan ini biasanya paling mudah dilakukan oleh guru, namun justru paling sulit bagi siswa untuk memahami suatu konsep yang abstrak.
Bermain peran merupakan salah satu variasi dalam mengajar dan mempunyai tujuan pokok mengorganisir gerak, mimik, perilaku, emosi siswa sehingga mudah menangkap, memahami dan mencerna materi ajar tertentu. Ekpresi atau aktualisasi konsep dalam gerak dan lagu mempunyai banyak manfaat antara lain, sebagai hiburan sekaligus belajar (learning is fun). Konsep ini berprinsip bahwa semua dapat dipelajari dan dipahami oleh semua siswa bila kegiatan atau aktivitas yang dilakukan dalam suasana menyenangkan.
Kegiatan ekpresi siswa lewat bermain peran akan lebih menarik, terutama para pelaku peran lebih terkesan di pribadi masing-masing. Siswa terlatih dan terasah ranah afektifnya. Hal ini perlu dikembangkan karena tren atau kecenderungan siswa jurusan IPA lebih individualistik dan menonjolkan ego kepandaiannya dibanding jurusan yang lain. Bermain peran akan mengasah skill/ketrampilan siswa pada ranah afektif sekaligus psikomotoriknya
Model ini juga akan melatih penguasaan bahasa yang baik dan benar. Sepandai apapun seseorang akan diketahui melalui media bahasa baik tulisan maupun lisan. Penguatan kompetensi dalam berbahasa menjadikan siswa belajar IPA lebih dewasa dan matang di lingkungannya. Pelaku pembelajar akan memiliki konsep yang tidak mudah hilang.
Bermain peran juga merupakan atribut alat peraga. Aktivitas yang menarik biasanya diawali dengan kostum yang menyolok dan nyleneh. Hal ini sangat mungkin dijadikan sebagai alat peraga bagi guru untuk menjelaskan suatu konsep. Sebagai contoh macam warna dapat menunjuk konsep keberagaman dan persamaan.

Implementasi
Teori belajar menjelaskan setiap anak mampu menguasai ilmu, walaupun memerlukan waktu dan perlakuan yang tidak sama. Pemberian perlakuan sesuai kemampuan siswa akan meningkatkan pemahaman suatu konsep. Hal ini diperoleh mulai dari persepsi menuju tingkat pengertian dan pemahaman.
Model bermain peran (role play) merupakan pendekatan holistik dalam pembelajaran. Pada tingkatan dasar (perceptual learning) anak belajar melalui penginderaan dan pengamatan simbol-simbol. Sebagai contoh topik sintesa protein klas XII IPA SMA, kostum dan atribut telah menggambarkan konsep macam-macam materi genetik yang berperan. Seperti macam warna hijau, biru dan kuning sebagai pembeda materi genetik ribonukleat acid (RNA) duta, RNA transfer dan RNA ribosom.
Lambang-lambang yang dibawa siswa dapat menggambarkan proses yang sedang terjadi dalam tahapan transkripsi maupun translasi. Transkripsi merupakan proses penyalinan/pengkopian struktur DNA (deoksi ribo nucleic acid) yang dilambangkan dengan terlepasnya rangkaian siswa dalam pasangan kelompok barisan dan dilanjutkan dengan pembentukan pasangan baru. Sementara translasi atau penerjemahan dapat dilakukan oleh siswa melalui pertukaran siswa lambang tertentu dengan lambang asam amino yang dimaksud.
Pada tingkatan konsepsional (conceptual learning) siswa akan menyimpulkan konsep sendiri yang sebelumnya abstraktif menjadi konkrit, melalui serangkaian kegiatan dari yang dilihat, didengar dan diperankan dari awal hingga akhir.
Bermain peran dalam konsep IPA akan semakin baik bila diterapkan dalam pembahasan hal yang susah dilihat dengan mata telanjang. Namun demikian model ini banyak kendala yang dihadapi oleh siswa dan guru. Model ini memerlukan persiapan matang seperti Lembar Kerja Siswa (LKS), skenario drama, instrumen evaluasi yang tepat, persiapan mengajar yang mantap serta memperhitungkan waktu yang ada.
Tanpa persiapan matang jangan mengharapkan hasil yang terbaik, bahkan akan membuang energi dan waktu secara sia-sia. Penggunaan metode ini hanyalah salah satu model menuju keberhasilan siswa. Perlu disadari kemauan guru dalam bertindak sebagai motivator, fasilitator sekaligus inovator akan lebih bermakna bila siswa mampu meraih keberhasilan. Akhirnya, mampukah kita sebagai guru memaknai model ini dan tidak lagi mengaku sebagai sumber ilmu tunggal yang kaku dan beku ?
YANUAR AIDITO
SUKARNO
Guru SMA 1 Salatiga
Jalan Nakula Sadewa IV A/19 Salatiga
Selengkapnya...

Rabu, 05 November 2008

Mengenali Black Hole...?

MUNGKIN tidak ada objek astronomi yang sepopuler lubang hitam (black hole). Di dalam arena diskusi dengan masyarakat luas di setiap kesempatan, pertanyaan mengenai objek eksotik yang satu ini seakan tidak pernah lupa untuk dilontarkan. Siapa sangka, istilah yang pertama kali diberikan oleh John Archibald Wheeler pada 1969 sebagai ganti nama yang terlalu panjang, yaitu completely gravitational collapsed stars, ini menjadi sedemikian akrab di kalangan awam sekalipun?

Konsep lubang hitam pertama kali diajukan oleh seorang matematikawan-astronom berkebangsaan Jerman, Karl Schwarzschild, pada tahun 1916 sebagai solusi eksak dari persamaan medan Einstein (Relativitas Umum). Penyelesaian berupa persamaan diferensial orde dua nonlinear--yang dihasilkan Schwarzschild hanya dengan bantuan pensil dan kertas kala itu--sangat memikat Einstein.

Pasalnya, relativitas umum yang bentuk finalnya telah dipaparkan Einstein di Akademi Prusia pada 25 November 1915, oleh penemunya sendiri "hanya" berhasil dipecahkan dengan penyelesaian pendekatan. Bahkan dalam perkiraan Einstein, tidak akan mungkin menemukan solusi eksak dari persamaan medan temuannya tersebut.

Istilah lubang hitam sendiri menggambarkan kondisi kelengkungan ruang-waktu di sekitar benda bermassa dengan medan gravitasi yang sangat kuat. Menurut teori relativitas umum, kehadiran massa akan mendistorsi ruang dan waktu. Dalam bahasa yang sederhana, kehadiran massa akan melengkungkan ruang dan waktu di sekitarnya. Ilustrasi yang umum digunakan untuk mensimulasikan kelengkungan ruang di sekitar benda bermassa dalam relativitas umum adalah dengan menggunakan lembaran karet sangat elastis untuk mendeskripsikan ruang 3 dimensi ke dalam ruang 2 dimensi.

Bila kita mencoba menggelindingkan sebuah bola pingpong di atas hamparan lembaran karet tersebut, bola akan bergerak lurus dengan hanya memberi sedikit tekanan pada lembaran karet. Sebaliknya, bila kita letakkan bola biliar yang massanya lebih besar (masif) dibandingkan bola pingpong, akan kita dapati lembaran karet melengkung dengan cekungan di pusat yang ditempati oleh bola biliar tersebut. Semakin masif bola yang kita gunakan, akan semakin besar tekanan yang diberikan dan semakin dalam pula cekungan pusat yang dihasilkan pada lembaran karet.

Sudah menjadi pengetahuan publik bila gerak Bumi dan planet-planet lain dalam tata surya mengorbit Matahari sebagai buah kerja dari gaya gravitasi, sebagaimana yang telah dibuktikan oleh Isaac Newton pada tahun 1687 dalam Principia Mathematica-nya. Melalui persamaan matematika yang menjelaskan hubungan antara kelengkungan ruang dan distribusi massa di dalamnya, Einstein ingin memberikan gambaran tentang gravitasi yang berbeda dengan pendahulunya tersebut. Bila sekarang kita menggulirkan bola yang lebih ringan di sekitar bola yang masif pada lembaran karet di atas, kita menjumpai bahwa bola yang ringan tidak lagi mengikuti lintasan lurus sebagaimana yang seharusnya, melainkan mengikuti kelengkungan ruang yang terbentuk di sekitar bola yang lebih masif. Cekungan yang dibentuk telah berhasil "menangkap" benda bergerak lainnya sehingga mengorbit benda pusat yang lebih masif tersebut. Inilah deskripsi yang sama sekali baru tentang penjelasan gerak mengorbitnya planet-planet di sekitar Matahari a la relativitas umum. Dalam kasus lain bila benda bergerak menuju ke pusat cekungan, benda tersebut tentu akan tertarik ke arah benda pusat. Ini juga memberi penjelasan tentang fenomena jatuhnya meteoroid ke Matahari, Bumi, atau planet-planet lainnya.

Radius kritis

Melalui persamaan matematisnya yang berlaku untuk sembarang benda berbentuk bola sebagai solusi eksak atas persamaan medan Einstein, Schwarzschild menemukan bahwa terdapat suatu kondisi kritis yang hanya bergantung pada massa benda tersebut. Bila jari-jari benda tersebut (bintang misalnya) mencapai suatu harga tertentu, ternyata kelengkungan ruang-waktu menjadi sedemikian besarnya sehingga tak ada satupun yang dapat lepas dari permukaan benda tersebut, tak terkecuali cahaya yang memiliki kelajuan 300.000 kilometer per detik! Jari-jari kritis tersebut sekarang disebut Jari-jari Schwarzschild, sementara bintang masif yang mengalami keruntuhan gravitasi sempurna seperti itu, untuk pertama kalinya dikenal dengan istilah lubang hitam dalam pertemuan fisika ruang angkasa di New York pada tahun 1969.

Untuk menjadi lubang hitam, menurut persamaan Schwarzschild, Matahari kita yang berjari-jari sekira 700.000 kilometer harus dimampatkan hingga berjari-jari hanya 3 kilometer saja. Sayangnya, bagi banyak ilmuwan kala itu, hasil yang diperoleh Schwarzschild dipandang tidak lebih sebagai sebuah permainan matematis tanpa kehadiran makna fisis. Einstein termasuk yang beranggapan demikian. Akan terbukti belakangan, keadaan ekstrem yang ditunjukkan oleh persamaan Schwarzschild sekaligus model yang diajukan fisikawan Amerika Robert Oppenheimer beserta mahasiswanya, Hartland Snyder, pada 1939 yang berangkat dari perhitungan Schwarzschild berhasil ditunjukkan dalam sebuah simulasi komputer.

Kelahiran lubang hitam

Bagaimana proses fisika hingga terbentuknya lubang hitam? Bagi mahasiswa tingkat sarjana di Departemen Astronomi, mereka mempelajari topik ini di dalam perkuliahan evolusi Bintang. Waktu yang diperlukan kumpulan materi antarbintang (sebagian besar hidrogen) hingga menjadi "bintang baru" yang disebut sebagai bintang deret utama (main sequence star), bergantung pada massa cikal bakal bintang tersebut. Makin besar massanya, makin singkat pula waktu yang diperlukan untuk menjadi bintang deret utama. Energi yang dimiliki "calon" bintang ini semata-mata berasal dari pengerutan gravitasi. Karena pengerutan gravitasi inilah temperatur di pusat bakal bintang menjadi meninggi.

Dari mana bintang-bintang mendapatkan energi untuk menghasilkan kalor dan radiasi, pertama kali dipaparkan oleh astronom Inggris Sir Arthur Stanley Eddington. Sir Eddington juga yang pernah memimpin ekspedisi gerhana Matahari total ke Pulau Principe di lepas pantai Afrika pada 29 Mei 1919 untuk membuktikan ramalan teori relativitas umum tentang pembelokan cahaya bintang di dekat Matahari. Meskipun demikian, fisikawan nuklir Hans Bethe-lah yang pada tahun 1938 berhasil menjelaskan bahwa reaksi fusi nuklir (penggabungan inti-inti atom) di pusat bintang dapat menghasilkan energi yang besar. Pada temperatur puluhan juta Kelvin, inti-inti hidrogen (materi pembentuk bintang) mulai bereaksi membentuk inti helium. Energi yang dibangkitkan oleh reaksi nuklir ini membuat tekanan radiasi di dalam bintang dapat menahan pengerutan yang terjadi. Bintang pun kemudian berada dalam kesetimbangan hidrostatik dan akan bersinar terang dalam waktu jutaan bahkan milyaran tahun ke depan bergantung pada massa awal yang dimilikinya.

Semakin besar massa awal bintang, semakin cepat laju pembangkitan energinya sehingga semakin singkat pula waktu yang diperlukan untuk menghabiskan pasokan bahan bakar nuklirnya. Manakala bahan bakar tersebut habis, tidak akan ada lagi yang mengimbangi gravitasi, sehingga bintang pun mengalami keruntuhan kembali.

Nasib akhir sebuah bintang ditentukan oleh kandungan massa awalnya. Artinya, tidak semua bintang akan mengakhiri hidupnya sebagai lubang hitam. Untuk bintang-bintang seukuran massa Matahari kita, paling jauh akan menjadi bintang katai putih (white dwarf) dengan jari-jari lebih kecil daripada semula, namun dengan kerapatan mencapai 100 hingga 1000 kilogram tiap centimeter kubiknya! Tekanan elektron terdegenerasi akan menahan keruntuhan lebih lanjut sehingga bintang kembali setimbang. Karena tidak ada lagi sumber energi di pusat bintang, bintang katai putih selanjutnya akan mendingin menjadi bintang katai gelap (black dwarf).

Untuk bintang-bintang dengan massa awal yang lebih besar, setelah bintang melontarkan bagian terluarnya akan tersisa bagian inti yang mampat. Jika massa inti yang tersisa tersebut lebih besar daripada 1,4 kali massa Matahari (massa Matahari: 2x10 pangkat 30 kilogram), gravitasi akan mampu mengatasi tekanan elektron dan lebih lanjut memampatkan bintang hingga memaksa elektron bergabung dengan inti atom (proton) membentuk netron. Bila massa yang dihasilkan ini kurang dari 3 kali massa Matahari, tekanan netron akan menghentikan pengerutan untuk menghasilkan bintang netron yang stabil dengan jari-jari hanya belasan kilometer saja. Sebaliknya, bila massa yang dihasilkan pasca ledakan bintang lebih dari 3 kali massa Matahari, tidak ada yang bisa menahan pengerutan gravitasi. Bintang akan mengalami keruntuhan gravitasi sempurna membentuk objek yang kita kenal sebagai lubang hitam. Bila bintang katai putih dapat dideteksi secara fotografik dan bintang netron dengan teleskop radio, lubang hitam tidak akan pernah dapat kita lihat secara langsung!

Mengenali lubang hitam

Bila memang lubang hitam tidak akan pernah bisa kita lihat secara langsung, lantas bagaimana kita bisa meyakini keberadaannya? Untuk menjawab pertanyaan ini, John Wheeler sebagai tokoh yang mempopulerkan istilah lubang hitam, memiliki sebuah perumpamaan yang menarik. Bayangkan Anda berada di sebuah pesta dansa di mana para pria mengenakan tuksedo hitam sementara para wanita bergaun putih panjang. Mereka berdansa sambil berangkulan, dan karena redupnya penerangan di dalam ruangan, Anda hanya dapat melihat para wanita dalam balutan busana putih mereka. Nah, wanita itu ibarat bintang kasat mata sementara sang pria sebagai lubang hitamnya. Meskipun Anda tidak melihat pasangan prianya, dari gerakan wanita tersebut Anda dapat merasa yakin bahwa ada sesuatu yang menahannya untuk tetap berada dalam "orbit dansa".

Demikianlah para astronom dalam mengenali keberadaan sebuah lubang hitam. Mereka menggunakan metode tak langsung melalui pengamatan bintang ganda yang beranggotakan bintang kasat mata dan sebuah objek tak tampak. Beruntung, semesta menyediakan sampel bintang ganda dalam jumlah yang melimpah. Kenyataan ini bukanlah sesuatu yang mengherankan, sebab bintang-bintang memang terbentuk dalam kelompok. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa di galaksi kita, Bima Sakti, terdapat banyak bintang yang merupakan anggota suatu gugus bintang ataupun asosiasi.

Telah disebutkan di atas bahwa medan gravitasi lubang hitam sangat kuat, jauh lebih kuat daripada bintang kompak lainnya seperti bintang “katai putih” maupun bintang netron. Dalam sebuah sistem bintang ganda berdekatan, objek yang lebih masif dapat menarik materi dari bintang pasangannya. Demikian pula dengan lubang hitam. lubang hitam menarik materi dari bintang pasangan dan membentuk cakram akresi di sekitarnya (bayangkan sebuah donat yang pipih bentuknya). Bagian dalam dari cakram yang bergerak dengan kelajuan mendekati kelajuan cahaya, akan melepaskan energi potensial gravitasinya ketika jatuh ke dalam lubang hitam. Energi yang sedemikian besar diubah menjadi kalor yang akan memanaskan molekul-molekul gas hingga akhirnya terpancar sinar-X dari cakram akresi tersebut. Sinar-X yang dihasilkan inilah yang digunakan oleh para astronom untuk mencurigai keberadaan sebuah lubang hitam dalam suatu sistem bintang ganda. Untuk lebih meyakinkan bahwa bintang kompak tersebut benar-benar lubang hitam alih-alih bintang “katai putih” ataupun bintang netron, astronom menaksir massa objek tersebut dengan perangkat matematika yang disebut fungsi massa. Bila diperoleh massa bintang kompak lebih dari 3 kali massa Matahari, besar kemungkinan objek tersebut adalah lubang hitam.

Selengkapnya...

Dentuman Sonik

Banyak yang tidak masuk akal seputar cerita tentang dentuman atau ledakan sonik. Columbia Encyclopedia edisi ke-5 (1993) mengatakan, “Sebuah benda seperti pesawat terbang, misalnya, menghasilkan bunyi. Ketika bunyi benda itu mencapai atau melebihi kecepatan bunyi, benda tersebut berhasil menyusul kebisingannya sendiri.”

Di pihak lain, banyak orang percaya ada sesuatu hal yang disebut “perintang bunyi” atau sound barrier, juga bahwa ketika pesawat terbang melewatinya ia mengeluarkan dentuman keras, seolah-olah ia menabrak dinding kaca yang tidak kelihatan. Itu juga salah. Semua orang pasti tergiring ke pemikiran seperti itu akibat penggunaan istilah “perintang” atau barrier. Istilah ini tidak pernah dimaksudkan untuk menyiratkan perintang fisik di angkasa sana, tetapi hanya bahwa kecepatan bunyi menghadirkan rintangan terhadap pengembangan pesawat terbang lebh cepat.

Yang dimaksud sound barrier adalah perintang dalam konteks perancangan aeronotika, bukan perintang fisik. Bagaimanapun, ketika pesawat “memintas” sound barrier, jelas ada sejumlah tegangan fisik yang dialami pesawat akibat gelombang kejut (shockwave).

Perintang sesungguhnya terhadap penerbangan supersonik ditimbulkan oleh kecepatan bunyi sendiri. (Dan tentu saja supersonik artinya lebih cepat daripada kecepatan bunyi; sedangkan ultrasonic merujuk ke bunyi dengan frekuensi lebih tinggi daripada yang dapat didengar manusia.) Sesungguhnyalah banyak hal unik terjadi ketika benda mendekati kecepatan bunyi di udara.

Pesawat terbang menembus udara dengan kecepatan beberapa ratus km/jam. Kecepatan cukup rendah ini memungkinkan molekul-molekul udara tetap santai ketika harus menyibak memberi jalan; situasinya kurang lebih seperti ketika seseorang berjalan pelan-pelan menyibak kerumunan orang. Akan tetapi ketika kecepatan pesawat menjadi sebanding dengan kecepatan molekul-molekul, molekul-molekul tersebut tidak sempat menghindar; mereka bertumpuk di tepi-tepi depan pesawat dan terdorong bersamanya. Penumpukan udara bertekanan secara cepat ini menghasilkan “kejutan udara” atau gelombang kejut, yang berwujud dentuman keras. Gelombang bunyi tersebut memancar ke segala arah dan dapat terdengar sebaga sebuah ledakan oleh orang-orang dibawah sana.

Apa kaitan semua tadi dengan kecepatan bunyi? Baiklah, bunyi tidak lain adalah serangkaian pemampatan dan pemuaian udara. Jika molekul-molekul udara berkeliaran dengan kecepatan tertentu, maka ada batas terhadap seberapa cepat udara dapat dimampatkan dan dimuaikan, karena molekul-molekul tidak dapat dimampatkan dan dimuaikan lebih cepat daripada gerak masing-masing terhadap yang lain. Itu sebabnya kecepatan molekul-molekul udara memberi batas terhadap seberapa cepat bunyi boleh melaluinya.

Bunyi akan merambat lebih cepat di udara hangat ketimabng di udara sejuk dan bunyi juga melaju lebih cepat di udara padat bertekanan tinggi. Itu sebabnya pesawat supersonik beroperasi paling baik di ketinggian sangat tinggi yang dingin, karena mereka tidak perlu melaju terlalu kencang untuk melampaui kecepatan bunyi. Pada ketinggian 9 km di atas permukaan laut, udara cukup dingin dan tipis sehingga kecepatan bunyi hanya 1100 km/jam.

Selengkapnya...

Memahami Sains dan Gender

Kadang-kadang hal di depan mata bisa terlewatkan begitu saja. Bagi sebagian orang, perbedaan kecenderungan antara laki-laki dan perempuan merupakan sesuatu yang tak dapat diterima. Meski perbedaan itu adalah gejala universal, mereka tetap teguh mengganggap hal tersebut sebagai akibat konstruksi sosial yang dibangun dengan sewenang-wenang.

Bagi para ilmuwan, klaim tentang adanya konstruksi sosial gender adalah hal yang aneh. Laki-laki dan perempuan jelas berbeda. Bukan karena konstruksi sosial, melainkan karena secara biologis memang berbeda sehingga kecenderungan psikologis antar keduanya otomatis juga berlainan. Fenomena itu terwujud nyata di berbagai kebudayaan, kelas, etnis, agama, baik di masa kini maupun di masa lampau.

Penjelasan ilmiah semacam itu sayangnya sering dinilai tidak relevan. Para penentang justru gencar mengkritik institusi sains yang dianggap sama tak beresnya dengan institusi lain yang meminggirkan perempuan, khususnya sejak dekade 1990-an.

Helena Cronin, filsuf ilmu alam dan salah seorang direktur di Centre for Philosophy of the Natural and Social Science, menganggap pengabaian tersebut adalah tindakan keliru. Dalam esai Darwinian Insights into Sex and Gender, dia mengatakan bahwa pemahaman ilmiah justru sangat berguna dalam membantu kita bagaimana seharusnya memandang persoalan kesenjangan gender.

Buah Seleksi Alam

Semuanya bermula pada satu miliar tahun silam, ketika organisme yang bereproduksi secara seksual bermunculan. Strategi reproduksi model baru itu memerlukan dua hal, yakni berkompetisi untuk memperoleh pasangan serta mengasuh keturunan. Dua tugas tersebut awalnya dilakukan sama rata oleh kedua jenis kelamin. Namun, karena tidak stabil, sejumlah organisme mulai mengembangkan spesialisasi, khususnya dalam memproduksi sel kelamin.

Sebagian menghasilkan sel sperma yang aktif tapi miskin nutrisi dalam jumlah besar, sebagian lain menghasilkan sel telur yang pasif tapi kaya nutrisi dalam jumlah sedikit. Pemisahan itu makin melebar dari generasi ke generasi karena terbukti memberi keuntungan dalam menghadapi seleksi alam. Setelah melewati waktu evolusi yang panjang, perbedaan antarkeduanya pun begitu mencolok: yang satu cenderung berkompetisi meraih pasangan, sementara yang satu cenderung memfokuskan diri dalam mengasuh keturunan.

Pada manusia, pembagian tugas berlangsung dengan cara yang lebih halus. Kendati pada mulanya hanya persoalan strategi reproduksi, namun hal itu telah merembes hingga jauh ke dalam psikologis, yang tentu saja mempengaruhi perbedaan prioritas, emosi, harapan, dan hasrat kita.

Kecenderungan psikologis tersebut telah dibuktikan dalam berbagai penelitian yang berskala luas. Salah satu contohnya adalah tentang kecemburuan seksual. Teori Darwin memprediksi bahwa kecemburuan laki-laki akan terpusat pada ketaksetiaan seksual karena berkaitan erat dengan rasa unggul dalam persaingan, sementara kecemburuan perempuan lebih terfokus pada hal yang berkaitan dengan sisi emosional karena membutuhkan rasa aman dan nyaman guna mengasuh keturunan.

Persis demikianlah yang didapat. Dalam sebuah penelitian, 85 persen perempuan menyebutkan bahwa ketaksetiaan emosional sangat mengganggu mereka, sedangkan dari pihak laki-laki hanya 40 persen yang merasakan hal itu. Penelitian semacam ini telah diulang berkali-kali dalam beragam kebudayaan serta menggunakan berbagai parameter psikologis.

Ada sebuah contoh lain yang lebih menarik. Pada 1960, di Amerika Serikat, sebuah tindakan sirkumsisi yang ceroboh membuat seorang anak laki-laki mengalami kerusakan penis parah sehingga dokter memutuskan melakukan amputasi. Selanjutnya mereka mencoba mengubah si anak menjadi perempuan melalui kastrasi (kebiri), pembedahan, dan terapi hormon. Nama John diubah menjadi Joan, didandani sebagai perempuan, dan diberi boneka. Dia pun tumbuh menjadi seorang gadis.

Pada 1973, John Money, seorang psikolog beraliran Freud, mengeluarkan pernyataan fantastis bahwa Joan adalah remaja yang sukses direkayasa dengan baik dan kasusnya dianggap menyudahi semua spekulasi terdahulu: peran gender dapat dibangun lewat pendekatan sosial.

Kenyataan sesungguhnya baru terungkap pada 1997 ketika keberadaan Joan dilacak kembali. Kontras dengan pernyataan Money, Joan menuturkan bahwa di masa kanak-kanak dia sangat tidak bahagia. Dia selalu ingin memakai celana panjang, bercampur dengan anak laki-laki, dan buang air kecil sambil berdiri. Saat berumur 14 tahun, dia mengetahui kejadian yang sesungguhnya dan itu justru membuatnya lega. Dia pun menghentikan terapi hormon, mengubah kembali namanya menjadi John, kembali menjalani hidup sebagai laki-laki, menjalani operasi pengangkatan payudara, dan pada usia 25 tahun menikahi seorang janda serta mengadopsi anak.

John kini menjadi bukti telak yang berbalik 180 derajat dari penyataan Money sebelumnya: yang berperan dalam penentuan gender adalah faktor bawaan, bukan rekayasa sosial. Bukti makin diperkuat dengan sejumlah penelitian di bidang neurologi dan genetika yang senantiasa mengarah pada kesimpulan serupa.

Sains dan Keadilan Gender

Jika gejala tersebut demikian universal―melitasi bermacam kebudayaan, kelas, etnis, agama, sejarah, dan jenjang usia―mengapa perbedaan gender masih saja dikatakan sebagai hasil konstruksi sosial? Padahal, sains telah menunjukkan dan menjelaskan mengapa semua perbedaan itu bisa terjadi. Perbedaan gender adalah karakter yang tak terpisahkan dari spesies manusia. Karakter itu telah mengantarkan kita melewati bermacam bentuk seleksi alam yang senantiasa ada dan berubah.

Yang keliru bukan perbedaan gender, melainkan ketidakadilan. Ketidakadilan itulah yang harus diperangi, bukan sains. Pemahaman ilmiah sudah seharusnya diterima. Sains memang tak bisa mendikte norma dan tujuan yang harus kita sasar, tapi sains dapat membantu kita mencapai tujuan itu. Pemahaman keilmuan soal bagaimana psikologis laki-laki dan perempuan bisa demikian berbeda bisa menolong kita untuk memikirkan kebijakan yang adil untuk kedua belah pihak.
Selengkapnya...

 




© 2008 | Tarakan Kalimantan Timur | Blog : Hasbullah